Selasa, 12 Agustus 2014

Sifat-Sifat Allah SWT

Sifat sifat Allah SWT ada 3 jenis, yaitu :
  1. Sifat Wajib, yaitu sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Allah SWT
  2. Sifat Mustahil, yaitu sifat yang tidak mungkin dimiliki oleh Allah SWT
  3. Sifat Jaiz, yaiu sifat yang serba mungkin bagi Allah sesuai dengan kehendak-Nya.
Sifat Wajib Allah SWT :
1.   Allah SWT bersifat wujud
Wuj-ud berarti ada. Lawannya adalah ‘adam , yang berarti tidak ada. Untuk membuktikan adanya Allah, antara lain bisa kita lakukan dengan memerhatikan alam yang ada di sekitar kita. Semua benda, manusia, binatang, langit, bumi, dan segala isinya tentu ada yang menciptakan. Mustahil benda-benda itu muncul dengan sendirinya. Firman Allah:
Artinya: Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur. Dan Dialah yang menciptakan dan mengembangbiakkan kamu di muka bumi ini dan kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pergantian malam dan siang.Tidakkah kamu mengerti? (Q.S. al-Mu’min- un [23]: 78–80)
Allah itu ada dengan Zat-Nya sendiri, mustahil bagi Allah jika Allah tidak ada. Meskipun tidak kelihatan, Allah ada untuk selama-lamanya. Allah merupakan zat gaib yang tidak dapat kita lihat dengan alat indra. Sesuatu yang tidak kelihatan bukan berarti tidak ada. Contoh, nyawa. Setiap orang termasuk kamu pasti yakin bahwa nyawa itu ada, walaupun belum pernah melihat bentuknya dan merabanya.Begitu juga dengan udara. Semua itu ada dan pengaruhnya juga dapat dirasakan
Keberadaan alam semesta ini, dapat dilihat , diraba dan dialami secara nyata dan pasti. Tentu akal mengakui, menetapkan dan menerima bahwa , itu semua tidak mungkin ada, kalau tidak ada yang menciptakannya. Tidak mungkin ada mobil, rumah dan kue , jika tidak ada yang membuatnya. Demikian juga manusia, tetumbuhan, gunung dan alam seisinya tidak mungkin ada, jika tidak ada penciptanya. Pencipta tersebut adalah Allah Ta’ala. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa zikir (ingat) kepada Allah Ta’ala pada setiap yang maujud (yang ada).

2. Allah SWT bersifat Qidam ( Terdahulu )
Qid-am artinya dahulu. Lawannya adalah hudus  artinya baru. Allah tidak berpermulaan. Sesuatu yang memiliki permulaan, yaitu dari tidak ada menjadi ada, berarti baru. Sesuatu yang baru berarti makhluk. Sedangkan Allah bukan makhluk, melainkan Kh-aliq (Pencipta).
Firman Allah:
Artinya: Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al-Hadid [57]: 3)
Dahulunya Allah tidak seperti dahulunya makhluk. Dahulunya makhluk itu ada permulaannya, yaitu didahului oleh keadaan tidak ada, lalu menjadi ada. Sedangkan Allah, tidak didahului oleh tidak ada lalu menjadi ada, tetapi sejak dahulu sudah ada dan tanpa permulaan. Oleh karena itu, manusia tidak akan mampu memikirkan kira-kira kapan Allah itu mulai ada. Sebab, Allah itu ada sebelum waktu itu sendiri ada.
Alam semesta beserta isinya, ruang dan waktu sebagai mana yang telah kita ketahui adalah, ciptaan Allah Ta’ala. Maka menurut akal, sang pencipta {Allah Ta’ala} telah lebih dahulu ada {qidam } sebelum ada  ciptaan-NYA {makhluk }. Sangat mustahil jika ciptaan dahulu ada, dari penciptanya. Maka patut bagi setiap mu’min untuk mengi’tiqadkan bahwa senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala yang  telah menjadikannya menjadi mu’min muslim dengan taufiqNya.

3. Allah SWT bersifat Baqa ( Kekal )
Baqa – ‘ artinya kekal, abadi, dan langgeng selamanya. Lawannya adalah fana. artinya rusak, binasa, dan ada batas akhirnya. Semua ciptaan Allah mempunyai kelemahan, perubahan, perkembangan, dan akhirnya musnah tidak ada lagi. Sifat-sifat makhluk tersebut tidak kekal. Sedangkan Allah yang menciptakan makhluk akan tetap ada selama-lamanya, sekalipun semua makhluk telah hancur binasa. Inilah makna dari sifat wajib bagi Allah, yaitu baqa-’. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
Artinya: Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang
memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal. (Q.S. ar-Ra.hm-an [55]: 26–27)
Semua makhluk mengalami perubahan, binasa, fana dan berakhir. Menurut akal,pasti ada yang mengakhirinya atau yang membinasakannya. Oleh karena itu, akal menemukan bahwa : ada Zat yang kekal dan yang berkuasa untuk merubah dan membinasakan, Zat tersebut adalah Zat Allah Ta’ala yang maha kekal, mustahil fana ,lenyap atau binasa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa ingat bahwasannya ia akan binasa (mati) supaya ia bertaubat dan banyak beristighfar 

4. Allah SWT bersifat Mukhalafatul lil hawadisi ( berbeda dengan makhluk Nya )
Allah memiliki sifat wajib mukha-lafatu lil-hawadisi, artinya Allah berbeda dengan semua yang baru (makhluk). Sifat mustahilnya atau lawannya adalah mumasalatu lil hawadisi. yang berarti mustahil bagi Allah serupa dengan makhluk-Nya.Allah berbeda dengan makhluk-Nya dalam semua hal, baik zat, sifat, perbuatan, ucapan, dan sebagainya. Sebagai pencipta, Allah pasti berbeda dengan ciptaan-Nya. Sebagai contoh, seorang pembuat pesawat tidak mungkin sama dengan pesawat yang dibuatnya. Pembuat meja, kursi, papan tulis, dan sebagainya pasti tidak sama dengan benda-benda ciptaannya itu.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.Asy-Syũro : 11.
لَـيْسَ كَـمِثْـلِهِ شَـيْءٌ وَهُـوَ السَّـمِـيْـعُ الْعَـلِـيْـمُ
Artinya : “ Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah Ta’ala. Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui “.
Apabila Allah Ta’ala menyerupai atau serupa dengan sesuatu pada ;Zat, sifat ataufi’il–Nya , maka Allah Ta’ala tentu serupa dengan sesuatu itu. Sehingga pencipta dan ciptaan menjadi sama, padahal yang demikian  sangat mustahil dan tidak masuk akal. Oleh karena itu, Allah Ta’ala sang pencipta alam ini, pasti tidak serupa dengan segala yang baharu atau dengan kata lain, tidak sama antara khalik dan makhluk. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa memperbanyak tasbih kepada Allah Ta’ala.

5. Allah SWT bersifat Qiyamuhu binasihi / berdiri sendiri,
Allah memiliki sifat wajib mukha-lafatu lil-hawa disi, artinya Allah berbeda dengan semua yang baru (makhluk). Sifat mustahilnya atau lawannya adalah mumasalatu lil hawadisi. yang berarti mustahil bagi Allah serupa dengan makhluk-Nya.Allah berbeda dengan makhluk-Nya dalam semua hal, baik zat, sifat,perbuatan, ucapan, dan sebagainya. Sebagai pencipta, Allah pasti berbeda dengan ciptaan-Nya. Sebagai contoh, seorang pembuat pesawat tidak mungkin sama dengan pesawat yang dibuatnya. Pembuat meja, kursi, papan tulis, dan sebagainya pasti tidak sama dengan benda-benda ciptaannya itu.
“ Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya”         ( Q.S. Ali Imran ayat 2 )
Apabila Allah Ta’ala tidak berdiri dengan sendiriNya, berarti membutuhkan pertolongan dari selain diri-Nya, maka IA lemah, tidak sempurna dan tidak Mahakaya, sama seperti makhluk. Bila Allah sama dengan makhluk ciptaan-Nya, berarti IA juga makhluk. Padahal yang demikian itu mustahil, sebab IA bersifat qidâm dan baqâ. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa berhajat dan faqir kepada Allah Ta’ala

6. Allah SWT bersifat Wahdaniyah ( Esa )
Allah bersifat wa.hd-aniyyah, artinya bahwa Allah Maha Esa, tidak ada sekutu-Nya. Sifat mustahilnya adalah ta‘addud ( ), yang berarti berbilang atau lebih dari satu. Keesaan Allah itu mutlak, artinya Allah Esa dalam sifat dan perbuatan.Esa zat-Nya artinya tidak karena hasil penjumlahan, perkalian, atau segala perhitungan dari macam-macam unsur. Esa sifat-Nya berarti bahwa sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah tidak dapat dipersamakan dengan sifat-sifat yang ada pada Esa perbuatan-Nya, berarti bahwa Allah adalah satu-satunya yang mengatur, menguasai, memelihara alam beserta isinya, dan dalam perbuatannya tersebut tidak dicampuri oleh siapa pun juga. Tentang keesaan Allah ini antara lain tertera dalam Al-Qur’an:
“ Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,  Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”                                                       ( Q.S. Al Ikhlas ayat 1 – 4
Andai kata Tuhan itu berbilang atau lebih dari satu , maka akan timbul perselisihan diantara mereka atau berbeda faham, tentu akan binasa alam semesta ini. Sebab yang satu ingin begini dan yang satu lagi hendak begini pula. Oleh karena itu , mustahil pada akal bahwa , Tuhan yang mengatur alam ini tidak Esa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia melihat dengan mata bathinnya kepada fi’il Allah Ta’ala dalam setiap kejadian bahwa, itu tertib dari Allah Ta’ala

7.   Allah SWT bersifat Qudrat ( Kuasa )
Allah bersifat qudrat, artinya Mahakuasa atau yang memiliki kekuasaan.Kekuasaan Allah itu mahasempurna, tidak terbatas, dan mutlak. Bahkan,kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki makhluk, sesungguhnya adalah anugerah Allah. Jika Allah menghendaki kekuasaan yang ada pada makhluk tersebut dicabut, maka saat itu juga akan hilang dan tidak ada seorang pun yang dapat mencegah atau menghalangi kehendak Allah, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: ”. . . . Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 20).
Lawan dari sifat qudrat atau sifat mustahilnya adalah ‘ajzun ( ), yang artinya lemah. Allah Mahakuasa dan tidak mungkin lemah. Jika Allah lemah,tentu tidak akan mampu menciptakan langit dan bumi beserta isinya yang begitulengkap dan sulit. Jika Allah tidakMaha kuasa, bagaimana mungkin dapatmenciptakan manusia hanya dari setetes air? Bagaimana mungkin menciptakanberbagai jenis buah-buahan yang segar-segar, dan sebagainya?
Alam semesta dan isinya adalah, ciptaan Allah Ta’ala , sebagaimana keterangan yang lalu. Maka sesungguhnya mustahil jika IA sendiri tidak menguasainya. Sebab andaikata Tuhan lemah tidak berkuasa, tentu tidak akan ada makhluk-Nya atau IA bukan Tuhan yang Maha berkuasa. Oleh karena itu, mustahil menurut akal , jika Allah Ta’ala lemah dan wajib pada akal bahwa, Allah Ta’ala Maha Berkuasa untuk menciptakan sesuatu atau meniadakannya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa tawaddlu’ tidak takabbur atau sombong bahkan ia sangat takut kepada Allah Ta’ala yang Maha Kuasa

8. Allah SWT bersifat Iradat ( Berkehendak )
Allah bersifat ir-adat artinya mempunyai kehendak dan dapat melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Sifat mustahilnya adalah karahah, yang berarti terpaksa. Mustahil bagi Allah merasa terpaksa dalam melaksanakan semua kehendak-Nya. Allah Maha Berkehendak, Dia pasti berbuat atas kehendak sendiri tanpa ada kekuatan lain yang mampu memaksa-Nya. Manusia juga mempunyai kehendak. Tetapi, untuk mencapai kehendak tersebut manusia sering dipengaruhi, dibantu, bahkan ditentukan oleh pihak pihak lain. Yang pasti, kehendak dan keinginan manusia berada di bawah kendali kehendak Allah. Allah-lah yang menentukan apa yang terjadi atas diri manusia. Jika Allah menghendaki sesuatu atas makhluk-Nya, maka pasti akan terjadi.
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia.                              ( Q.S. Yasin ayat 82 )
 Dalam menciptakan sesuatu , Allah Ta’ala  tetap menurut kehendak-Nya. Demikian juga dalam menentukan atau memilih. Mustahil Allah Ta’ala diatur atau dipaksa oleh kekuatan yang lain. Kalau Allah Ta’ala  dapat dipaksa atau diatur oleh kekuatan yang lain,maka Ia lemah dan berarti Ia bukan tuhan. Oleh karena itu patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa bersyukur atas ni’mat Allah dan sabar atas ujianNya

9. Allah SWT bersifat Ilmu ( Mengetahui )
Allah bersifat ‘ilmu, artinya Allah wajib bersifat pandai atau mengetahui.Pengetahuan dan kepandaian Allah tidak terbatas. Allah mengetahui segalanya, kecil besar, jauh dekat, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Sifat mustahilnya adalah jahlun ( ), artinya mustahil Allah bersifat bodoh. Jika Allah bersifat bodoh, tentu tidak akan mampu menciptakan keteraturan alam. Allah yang menciptakan sesuatu, Dia pulalah yang mengatur dan mengetahuinya.
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. ( Q.S. Al Hujurat ayat 18 )
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al Baqarah : 29
وَهُـوَ بِـكُـلِّ شَـيْءٍ عَـلِيْـمٌ
            Artinya  :“ Dan Dia, (Allah Ta’ala) itu Maha Mengetahui segala sesuatu “.
            Allah Ta’ala Maha Tahu segala sesuatu, Maha Tahu terhadap segala yang telah diciptakan dan yang akan diciptakan, mustahil Allah Ta’ala tidak mengetahui atau bodoh terhadap hal tersebut, sebab kalau Allah Ta’ala bersifat bodoh, tidak tahu dan tidak berilmu, maka IA tidak dapat menguasai dan tidak dapat mengatur alam ini. Apabila alam semesta beserta isinya diperhatikan, maka mustahil menurut akal bahwa, penciptanya adalah, Zat yang tidak berilmu atau bodoh. Padahal manusia sebagi ciptaan-Nya saja memiliki ilmu , bahkan ada yang sangat berilmu, apa lagi IA. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia sangat takut untuk berbuat maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Tahu segala hal dan perbuatannya.

10. Allah SWT bersifat Hayat ( Hidup )
Allah bersifat .hay-at, artinya hidup. Hidup Allah tidak berpermulaan dan tidak berkesudahan. Dia tidak pernah mengantuk, tidak pernah tertidur, apalagi mati. Itulah bedanya dengan hidupnya manusia. Allah hidup dengan sendirinya, tanpa ada yang menghidupkan. Sedangkan manusia dihidupkan oleh Allahdengan memberikannya nyawa. Sifat mustahil atau lawan dari sifat .hayat adalah maut , yang berarti mati. Apabila Allah mati, maka langit, bumi, bintang-bintang, serta yang lain pasti akan mengalami kekacauan, saling bertabrakan dan sebagainya, sebab pengaturnya telah tiada. Allah tidak pernah mati, Dia hidup selama-selamanya.
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. ( Q.S. Al Baqarah ayat 255
Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Baqarah : 255
اللهُ لاَ إِلـهَ إِلاَّ هُـوَ الْحَـىُّ الْقَـيُّـوْمُ
            Artinya : “ Allah Ta’ala tiada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri “.
            Kalau saja misalnya Allah Ta’ala itu merupakan Zat yang mati, niscaya alam ini akan berantakan, sebab tidak ada yang mengendalikan. Sedangkan sebuah mobil yang meluncur dengan supir mengantuk akan terjun ke dalam jurang,  apa lagi jika supirnya mati.
            Demikian juga dengan alam yang luas ini ; matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planet yang beredar di ruang angkasatermasuk manusia, akan hancur, jika yang mengaturnya mengantuk, apa lagi mati. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia menyerahkan hidupnya kepada Allah Ta’ala yang Maha Hidup

11. Allah SWT bersifat Sama ( Mendengar )
Allah wajib bersifat sama‘ artinya mendengar. Sifat mustahilnya adalah summun,artinya tuli. Pendengaran Allah itu sempurna dan tidak terbatas.Allah dapat mendengar semua jenis suara, baik yang gaib maupun terang, baik yang dekat maupun jauh. Bahkan Allah dapat mendengar bisikan hati manusia dan Allah-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S. Al Maidah : 76)
Pendengaran Allah tidak sama dengan pendengaran manusia. Manusia mendengar dengan menggunakan alat, yaitu telinga yang diberikan Allah. Tidak semua suara dapat didengar oleh manusia. Sedangkan Allah mendengar dengan pendengaran-Nya yang sempurna. Jika seluruh manusia yang ada di bumi secara bersamaan memohon kepada Allah, maka semua permohonan tersebut pasti didengar-Nya, walaupun permohonan itu hanya dengan bisikan batin.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 184
وَكَـانَ اللهُ سَـمِـيْعًـا عَـلِيْـمًـا 
            Artinya :“Dan adalah Allah Ta’ala itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui“.
            Allah Ta’ala mempunyai sama’, yaitu pendengaran dan mustahil tuli, sebab tuli adalah , sifat kekurangan. Allah Ta’ala mustahil bersifat kekurangan, karena sifat kekurangan itu adalah, sifat bagi zat baharu. Padahal kita yakin sepenuhnya bahwa, Allah Ta’ala itu bukan baharu , sebaliknya Allah Ta’ala adalah, pencipta segala yang baharu. Maka mustahil IA tuli , seperti yang baharu itu. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia takut dan waspada dalam berkata-kata, karena Allah Ta’ala Maha Mendengar segala perkataan yang baik maupun yang buruk

12. Allah SWT bersifat Basar
Allah bersifat ba.sar, artinya Maha Melihat. Sifat mustahilnya yaitu ‘umyun , yang berarti buta. Allah telah menciptakan makhluk-Nya dapat melihat. Maka pastilah Dia sendiri mempunyai sifat Maha Melihat. Segala sesuatu yang terjadi di alam ini tidak terlepas dari penglihatan Allah. Oleh karena itu, manusia harus berhati-hati dalam berbuat. Allah berfirman:
..” Sesungguhnya dia Maha melihat segala sesuatu “ ( Q.S. Al Mulk ayat 19 )
Semua gerak gerik dari segala pekerjaan manusia , dilihat oleh Allah Ta’ala,mustahil IA buta, sebab buta adalah, sifat kekurangan. Padahal sifat kekurangan adalah,sifat makhluk-Nya . Apabila Tuhan juga buta, maka IA adalah makhluk , padahal mustahil tuhan menjadi makhluk , sebagai mana yang diterangkan pada awal kajian ini. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia tidak akan berbuat dosa dan maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Melihat segala perbuatannya.

13. Allah SWT bersifat Kalam
Allah bersifat kal-am, artinya Allah mampu berfirman atau berbicara. Sifat mustahilnya adalah bukmun, artinya bisu. Allah menciptakan manusia di bumi agar mereka dapat mengolah dan memakmurkannya. Untuk kepentingan ini, Allah telah menurunkan petunjuk dan pedoman bagi manusia berupa wahyu seperti Al-Qur’an serta kitab-kitab lainnya.Inilah bukti bahwa Allah memiliki sifat kal-am (berbicara).
Berbicaranya Allah tentu tidak sama dengan cara berbicaranya manusia. Bagaimana Allah berbicara? Hal itu berada di luar jangkauan kemampuan akal manusia. Yang jelas, sebagai orang mukmin kita wajib meyakini kebenaran sifat Allah tersebut
.. Allah Telah berbicara kepada Musa dengan langsung  ( Q.S. An Nisa : 164 )
Kalau saja Allah Ta’ala  bisu , tentu tidak dapat memerintah dengan baik. Sedangkan sifat bisu adalah, sifat kekurangan. Jika IA bisu, maka Bagaimana mungkin dapat berfirman kepada para Rasul-Nya. Oleh sebab itu , sifat kalâm adalah, sifat kesempurnaan Allah Ta’ala  yang wajib lagi qadîm yang berdiri pada Zat-Nya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa memperbanyak zikir dengan harapan agar ia juga disebut Allah Ta’ala sebagai hambaNya.

14. Kaunuhu Qâdiran. “  كَـوْنُـهُ قَـادِرًا “
            Artinya “Zat Allah Ta’ala  tetap dalam keadaan Maha  Kuasa,“ maka mustahil dalam keadaan lemah, karena IA mempunyai sifat qudrat. Dalilnya sama dengan dalil sifatqudrat.

15. Kaunuhu Murîdan, “ كَـوْنُـهُ مُـرِيْـدًا “
            Artinya “ Zat Allah Ta’ala  tetap dalam keadaan Maha Menghendaki,” atau Maha Menentukan, maka mustahil dalam keadaan terpaksa atau tidak berkehendak,karena IA mempunyai sifat irâdat. Dalilnya sama dengan dalil sifat irâdat.

16. Kaunuhu ‘Âliman, “ كَـوْنُـهُ عَـالِـمًـا “
            Artinya “Zat Allah Ta’ala  tetap dalam keadaan Maha Mengetahui.” Maksudnya adalah, mustahil jahil (dalam keadaan tidak mengetahui). Oleh karena, IA bersifat tahu dan dalam keadaan mengetahui. Mustahil tidak tahu, apalagi dalam keadaan tidak mengetahui. Dalilnya sama dengan dalil sifat ‘ilmu

17. Kaunuhu Haiyan, “  كَـوْنُـهُ حَـيََّـا  “
            Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Hidup, mustahil Allah Ta’ala  dalam keadaan mati. Sebab IA mempunyai sifat hayât yang telah ada dan berdiri pada Zat-Nya, maka Zat tersebut haiyun. Dalilnya sama dengan dalil sifat hayât.

18. Kaunuhu Sami’an, “ كَـوْنَـهُ سَـمِـيْـعًا   “
            Artinya “ Zat Allah Ta’ala  senantiasa dalam keadaan Maha Mendengar,” maka mustahil dalam keadaan tuli atau tidak mendengar, karena Ia mempunyai sifat sama’yang tetap ada pada zat-Nya. Dalilnya sama dengan dalil sifat sama’

19. Kaunuhu Basîran, “ كَـوْنُـهُ بَصِيْـرًا   “
            Artinya “ Zat Allah Ta’ala  tetap dalam keadaan Maha Melihat, “ maka mustahil dalam keadaan buta ataupun tidak melihat, karena Ia mempunyai sifat bashar yang tetap berdiri pada Zat-Nya . Dalilnya sama dengan sifat bashar.

20. Kaunuhu Mutakalliman, “ كَـوْنُـهُ مُـتَـكَلِّمًـا  “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala  tetap dalam keadaan Maha Bertutur Kata ,” maka mustahil Allah Ta’ala dalam keadaan bersifat bisu atau tidak dapat bertutur kata, karena IA mempunyai sifat kalâm. Dalilnya sama dengan sifat kalâm.

Sifat-Sifat Mustahil Bagi Allah
Sifat mustahil bagi Allah SWT berarti sifat-sifat yang secara akal tidak mungkin dimiliki Allah SWT. Sifat-sifat mustahil merupakan kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi Allah SWT. Sifat-sifat mustahil bagi Allah SWT jumlahnya sama dengan sifat-sifat wajib bagi Allah yaitu sebanyak 20 ( dua puluh ) sifat, yaitu :
1.    Adam
Adam artinya tidak ada .
Alam semesta ini ada yang menciptakan yitu Allah SWT. Tidak mungkin alam semesta ini terjadi dengan sendirinyaTidak mungkin diciptakan oleh manusia atau mahluk yang lain. Yang menciptakan adalah Allah. Maka mustahil Allah SWT tidak ada (Adam) .
“Dan dialah yang menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, pengelihatan dan hati( tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur. Dan Dia telah menciptakan dan mengembangbiakkan kamu di bumi dan kepadanNya-lah kamu akan dihimpunkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Mengapa kamu tidak memahaminya?”.(Q.S. Al-Mu’minun / 23 : 78-80 )
          
2.      Huduts
Huduts artinya baru atau ada pemulaannya.
Setiap yang baru atau ada permulaannya akan selalu didahului dengan tidak ada. Sesuatu yang tidak ada kemudian ada, pasti ada yang membuat atau menciptakan. Maka mustahil Allah SWT bersifat Huduts,  sebab siapa yang menciptakan Allah SWT ? Setiap sesuatu yang Huduts pasti ada akhirnyasehingga tidak ada lagi. Hal ini jelas mustahil (tidak mungkin) bagi Allah SWT.
           "Dialah yang awal dan akhir, yang dhahir dan yang bathin. Dan Dia maha Mengetahui segala sesuatu”. ( QS. Al-Hadid / 57 : 3)

3.      Fana’
Fana’ artinya rusak.
Mustahil Allah SWT yang mengendalikan seluruh alam semesta yang amat rumit ini bersifat fana’ (rusak).
”Semua yang ada dibumi akan binasa. Dan tetap kekal Dzat tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. (QS Ar-Rahman/55 : 26-27)

4.            Mumastalatlil khawadist
Artinya menyerupai yang baru atau makhlukManusia saja jika membuat barang tentu tidak bisa sama persis dengan dirinya. Tidak mungkin Allah yang Maha Sempurna menciptakan mahlukNya sama dengan Dia sendiri.
”Dan tidak ada seorangpun yang sama dengan Dia (Allah)”. (QS Al-Ikhlas/112 : 4).

5.    Ihtiyajuhu lighairihi.
Artinya membutuhkan sesuatu kepada selain dariNya.
Allah SWT adalah Maha KayaMustahil Allah membutuhkan yang lain. Allahlah yang menciptakan semua makhluk dan memberi nikmat kepada semua makhluknya tetapi Dia tidak pernah mengharapkan imbalan.
”Dan Dialah yang Maha kaya sedangkan kamulah orang yang membutuhkan-Nya”. (Q.S. Muhammad / 47 : 38 )
         
6.    Ta’addud
Ta’addud artinya berbilang atau lebih dari satu.
Muastahil Allah lebih dari satu, sebab jika Allah ada dua atau lebih, pasti akan terjadi perbedaan pendapatMisalnya dalam pengaturan peredaran planet-planet dan bintang-bintang. Bila terjadi perbedaan cara pengaturan peredaran planet-planet dan bintang maka akan terjadi tabrakan. Kenyataannya planet-planet dan bintang-bintang selalu teratur beredar menurut garis edarnyaHal ini menunjukkan bahwa hanya ada satu sumber pengaturnya yaitu Dzat Yang Maha Esa Yaitu Allah SWT.
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan”. (QS al-Anbiyaa/21 : 22).
”Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah itu salah seorang dari yang tiga padahal sekali-kali tidak ada tuhan selain dan Tuhan Yang Maha Esa jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakana itu, maka orang-orang kafir diantara mereka disentuh siksa yang pedih”. (Al-Maidah : 73)

7.    Ajzun artinya Lemah.
Manusia mempunyai kekuatan pikiran dan fisik yang dengannya dapat memanfaatkan alam untuk meningkatkan taraf hidupnya. Manusia adalah ciptaan AllahJika manusia memiliki kekuatan apalagi Allah SWT, maka mustahil Allah bersifat lemah.
Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah, baik yang di langit maupun yang di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS Fathir/35 : 44)
    
8.    Karahah artinya terpaksa.
Allah SWT melakukan sesuatu tanpa ada yang mempengaruhi secara terpaksa atau ada yang memaksa. Tidak mungkin Allah Dzat yang maha berkehendak melakukan suatu perbuatan atas dasar perintah pihak lain. Maka mustahil Allah SWT bersifat Karahah (terpaksa), diperintah atau diancam agar mau menjadikan sesuatu atau tidak menjadikan sesuatu.
"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap segala yang Dia kehendaki." (Q.S. Hud : 107).

9.    Jahlun artinya Bodoh
Manusia diciptakan Allah masing-masing mempunyai keistimewaannya sendiri-sendiri. Ini menunjukkan bahwa ilmu Allah sangat luas atau maha luas. Allah SWT memberikan ilmu kepada manusia maka mustahil Allah SWT bersifat Jahlun atau bodoh.
Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan (oleh Allah) melainkan hanya sedikit saja.(QS Al Israa/17 : 85)

10.     Mautun  artinya Mati.
Allah menghidupkan dan mematikan mahlukNya. Mahluk Allah seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan yang hidup karena kehendak Allah, dan mustahil Allah sebagai penciptanya bersifat mautun atau mati sebab Allah Maha Hidup.
”Allah tidak ada tuhan selain Dia yang maha hidup, kekal, dan terus menerus mengurus ( mahlukNya ) tidak mengantuk dan tidak tidur”. (QS al-Baqarah/2 : 255).

11.     Shamamun  artinya tuli.
Allah mendengar setiap doa orang yang beriman walaupun hanya berupa bisikan di dalam hati sebab Allah Maha Mendengar dan Maha mengetahui. Oleh sebab itu mustahil kalau Allah bersifat Shamamun (tuli).

"Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Al Baqarah/2 : 256).


12.     ‘Umyun artinya Buta.
 Manusia, binatang diciptakan oleh Allah dengan diberi indra mata untuk melihatApalagi Allah yang Maha Melihat maka mustahil juka Allah bersifat umyun ( buta ).
“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembuyikan oleh hati. Sesungguhya Allah Dialah yang maha Mendengar Lagi Maha Melihat”. (QSAl-Mu’min/ 19-20)
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui. (QS Al An’am/6 : 103).



13.    Bukmun artinya Bisu.
Allah SWT menurunkan wahyu kepada para nabi, dari wahyu itu kemudian terhimpun kalamullah yang tertulis dalam kitabullah. Adanya al-Qur’an yang berisi firman Allah membuktikan bahwa mustahil Allah bersifat bukmun (bisu).

“Para rasul itu kami lebihkan sebagian atas sebagaian yang lain. Di antaramereka ada yang Allah bercakap-cakap (langsung dengannya) dan Allah meninggikan sebagian dari mereka beberapa derajat”. (QS Al Baqarah/2 : 253).

14.     Aajizan
 Áajizan artinya maha lemahMustahil Allah bersifat Maha Lemah.
  15.    Mukrahan
Mukrahan artinya Maha TerpaksaMustahil Allah bersifat Maha Terpaksa.
16.    Jaahilan
Jahilan artinya Maha BodohMustahil Allah bersifat Maha Bodoh.
17.    Mayyitan
Mayyitan artinya Maha MatiMustahil Allah bersifat Maha Mati.
18.    Ashammu
Ashammu artinya Maha TuliMustahil Allah bersifat Maha Tuli.
19.    A’ma
A’ma artinya Maha ButaMustahil Allah bersifat Maha Buta.
20.    Abkamu
Abkamu artinya Maha BisuMustahil Allah bersifat Maha Bisu.

Manfaat Beriman Kepada Allah
Manfaat besar yang dapat kita petik karena beriman kepada Allah diantaranya :
1.                  menguatkan Tauhid kepada Allah sehingga seseorang yang telah beriman kepada Allah tidak akan mengagungkan dirinya kepada sesuaatu selain Allah, baik dengan cara berharap ataupun takut kepadanya, dan ia tidak akan menyembah selain Allah.
2.                  Sesorang akan mencintai Allah secara sempurna dan akan mengagungkannya sesuai dengan nama-namanya yang baik dan sifat yang mulia.          
3.                  mewujudkan penghambaaan diri kepada Allah yaitu dengan melakukan apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa yang dilarangya.

Fungsi Beriman Kepada Allah
Adapun fungsi beriman kepada Allah yang ketentuannya dalam sikap dan kepribadian manusia sebagai berikut :
1.                  Menyadari kelemahan diri di depan Allah
2.                  Menyadari bahwa segala sesuatu yang dinikmati dalam kehidupan ini berasal dari Allah SWT.
3.                  Menyadari bahwa dirinya pasti akan kembali kepada Allah dan dimintai pertanggung jawaban atas segala perbuatan yang pernah dilakukan.
4.                  Sadar dan segera bertaubat apabila terjadi  kekhilafab dalam berbuat dosa dan segera memohon ampun serta bertaubat kepada Allah SWT sebagaiman firman Allah Q.S Al-imran : 135.
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ(135)
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.



DAFTAR PUSTAKA

Mesan Alfat. Aqidah Akhlak.  Semarang. Penerbit : CV Toha Putra. 1994.
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Hukaimi. Sifat Allah dalam pandangan Ibn Taimiyah. Jakarta. Penerbit : Pustaka Azzam. 2005

Aminuddin, H. Pardi yatim, M. Suyono dan Slamet Abidin. Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Penerbit : Bumi Aksara. 2004